Kegagalan atau bangkrut merupakan risiko yang harus
ditanggung oleh seorang wirausahawan atau pengusaha. Seperti yang dialami oleh
perajin sepatu lukis asal Surabaya, Nazmah Armadhani yang mulai mencoba terjun
berbisnis sepatu lukis sejak 4 tahun yang lalu sejak 2009.
Sebelumnya, dia dan suaminya telah berbisnis sepatu pada
tahun 1986. Namun, musibah menimpanya dengan keluarga. Dua toko miliknya di
Pasar Turi Surabaya habis dilalap si jago merah pada tahun 2007 silam. Tak ayal
kerugian ratusan juta rupiah pun dialami pasangan ini.
Dua tahun setelah itu, Dhani panggilan akrabnya mulai merambah
bisnis industri yang lain, mulai dari busana muslim, hingga bisnis batik.
Namun, belum menuai hasil yang begitu memuaskan. Hingga pada akhirnya pada
akhir tahun 2009 dirinya mulai mencoba berbisnis sepatu lukis.
"Tolak ukurnya pas kebakaran. Dua toko kita habis, pas
mau bulan puasa. Dua tahun kita bingung karena nggak ada pemasukan. Akhirnya
anak saya coba gambar-gambar di sepatunya, temannya suka. Saya juga ikutan
gambar di sepatu polos, saya selipkan satu pasang di pameran busana muslim
teman saya. Ternyata ibu gubernur suka," ungkap Dhani kepada detikFinance
di Pameran Produk Unggulan Jawa Timur di Kementerian Perindustrian, Selasa
(20/11/12).
Ia mengaku tak sendiri melancarkan bisnis sepatu lukis. Atau
dengan kata lain, banyak pelaku industri serupa. Namun, dia meyakini produk
yang dibuatnya ini berbeda. Selain karena latar belakang telah bergelut di
industri sepatu selama puluhan tahun, kualitas dari produk sepatunya pun
menjadi keunggulan.
"Kita sudah malang melintang di dunia persepatuan.
Mereka (industri lain) itu bagus, tapi nggak rapi. Kenapa, soalnya diliat
sekilas, garisnya sudah beda. Ketahuan banget kalau garapan saya kaya pabrik.
Mereka soalnya dari pelukis, kalau karyawan saya bukan siapa siapa. Pentolan
SD, nggak lulus SD, bahkan berhitung pun mereka nggak bisa. Tapi mereka
telaten," paparnya.
Sampai saat ini, karyawan yang dimiliki oleh Dhani berjumlah
5 orang yang berasal dari daerah Jawa Timur dan sekitarnya. Untuk bahan baku,
Dhani hanya cukup menyediakan cat sablon acrylic dengan kuas untuk melukis.
Sedangkan sepatu polos, ia mengaku mendapatkannya di daerah lain seperti
Surabaya, Sidoardjo hingga ke Bandung, Jawa Barat.
Usaha bisnis yang digelutinya selama kurang lebih 4 tahun
itu cukup menjanjikan. Dalam sebuah pameran, dirinya mengaku bisa meraup omzet
hingga Rp 20 juta. Namun, untuk reguler tanpa ada pameran, dia bisa meraup
omzet sampai Rp 6 juta.
"Kalau pameran bisa sampai Rp 10-20 juta. Kalau nggak
pameran Rp 6 juta-an sebulan. Kan di toko itu nyempil, jadi nggak ke gebyar. Paling
keluar 60 pasang," ungkapnya.
Urusan harga, ia mematok harga yang variatif. Mulai dari Rp
100-300 ribu. "Tergantung dari sepatunya untuk cewek apa cowok. Kalau
cowok kan lebih besar dan medianya lebih besar," katanya.
Namun sayang, Dhani belum berani merambah pasar ekspor untuk
usahanya ini. Dia mengaku belum siap untuk memasarkan produknya ke luar negeri,
karena alasan regulasi yang berbelit-belit. Walaupun sempat ada yang menawari,
dia secara halus menolaknya.
"Ekspor kan ribet, saya bayanginnya ribet. Terus nanti
pasti ada kendala bahasanya juga. Manajemennya harus sudah rapi lah, belum
saatnya. Mungkin sudah 10 tahun kalau sudah mateng," tuturnya.
Para pembeli dapat memesan sepatu dengan model dan desain
sendiri. Gambar yang unik, dan cerah menjadi keunggulan sepatu berlabel Dhona
Dhani ini.
Saat ini produk sepatu lukis berada di pameran Industri
Unggulan Jawa Timur di Kantor Kementerian Perindustrian, Jalan Gatot Subroto,
Jakarta dari tanggal 20-23 November 2012.
Sumber :
Zulfi Suhendra – detikfinance Rabu, 21/11/2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar